Tukul Arwana. Presenter yang terkenal dengan ungkapan, "wong ndeso kamu" adalah sosok yang sudah tidak asing di telinga kita. Bahkan, kita, mungkin, termasuk orang yang tak ketinggalan untuk mendownload, mencopy atau menonton acara “Empat Mata” yang dipandunya. Tapi, kenapa kita tidak pernah menganalisis rahasia kesuksesan Tukul hingga mampu ‘menggiring’ acara "Empat Mata" mencapai rating tertinggi dalam dunia entertaiment Indonesia? Apa rahasianya? Perhatikanlah kembali acara "Empat Mata" yang dipandunya, coba analisis dan renungkan?
Hampir semua kita akan sepakat menyatakan, bahwa acaranya ribut, terasa brutal seolah tanpa kendali, dirinya kerap menjadi objek pelecehan. Tetapi dia mampu mengatur acara agar tepat waktu dan arah sesuai mindset terinci di laptop. Stabilitas emosi dan pengetahuannya tentang masyarakat, sungguh piawai. Terlihat dari spontanitasnya dalam detik, ketika menghadapi segala situasi yang muncul tiba-tiba, betapapun sulitnya. Spontanitas dalam kebrutalannya itu yang menawan.
Jadi, sosok Tukul ini hampir mirip dengan politisi yang memiliki ‘tugas’ menarik perhatian khalayak. Cuma, Tukul memiliki jati diri dan penuh disiplin. Ia sangat menyadari dirinya, kelemahannya dijadikannya kekuatan dengan sangat disiplin. Sehingga mampu mensukseskan acara yang dipandunya. Bahkan, dengan keahlian, kedisiplinan dan kepiawainnya ‘menyodot’ pemirsa membuat pihak Trans 7 menambah hari tayangnya menjadi lima kali dalam seminggu.
Dapat dikatakan, kesuksesan Tukul dalam membawa acara Empat Mata di Stasiun Trans 7 nyaris sama dengan apa yang dilakukan tokoh-tokoh terkenal yang sering kita dengar dan baca, Soichiro Honda misalnya. Soichoro Honda adalah pendiri “Honda Corporation” dan pembuat mobil dan motor Honda. Dalam catatan sejarah orang-orang sukses, pada tahun 1983, Soichiro Honda hanyalah murid miskin yang ingin mendisain “ring piston” untuk dijual dan diproduksi oleh “Toyota Corporation”. Setelah dua tahun berusaha dan bekerja keras, akhirnya ia dapat membuat ring piston yang sesuai dengan kriteria Toyota. Ketika pihak Toyota ‘berniat’ membeli ring piston, Soichiro pun memikirkan bagaimana caranya membuat pabrik Piston. Setelah mampu mendirikan pabrik ternyata kesuksesan belum di tangan. Perang dunia kedua terus berkecamuk. Bahkan Amerika membom Jepang dan mengenai pabriknya. Setelah pabriknya hancur, Soichiro tak menyerah begitu saja. Spontan dia melihat usaha apa yang laik dilakukan saat Jepang hancur berantakan dihantam Amerika. Ternyata, Setelah perang usai, Jepang kekurangan bahan bakar. Soichiro pun tak dapat mengendalikan Mobil.
Akhirnya, Soichiro pun memiliki ide untuk memasang motor kecil di sepeda. Kemudian banyak tetangganya yang tertarik dengan ide tersebut hingga meminta sepeda mereka diubah menjadi motor. Sejak itu, ia tertarik mendirikan pabrik motor namun tidak memiliki modal. Soichiro pun menyurati 18.000 pemilik toko sepeda. Ia menyodorkan penemuan baru dan berhasil menarik simpati 5000 pemilik toko yang bersedia memberikan modal. Sepeda motor masih belum laris terjual sebab terlalu besar. Oleh karena itu, ia merampingkan dan mengubahnya menjadi “The Super Cup”. Alhasil ia pun sukses dan mendapatkan penghargaan “Emperor’s Award dari pemerintah. (Robbin: 2007)
Tukul “Belajar” Dari Soichiro
Hampir semua kita akan sepakat menyatakan, bahwa acaranya ribut, terasa brutal seolah tanpa kendali, dirinya kerap menjadi objek pelecehan. Tetapi dia mampu mengatur acara agar tepat waktu dan arah sesuai mindset terinci di laptop. Stabilitas emosi dan pengetahuannya tentang masyarakat, sungguh piawai. Terlihat dari spontanitasnya dalam detik, ketika menghadapi segala situasi yang muncul tiba-tiba, betapapun sulitnya. Spontanitas dalam kebrutalannya itu yang menawan.
Jadi, sosok Tukul ini hampir mirip dengan politisi yang memiliki ‘tugas’ menarik perhatian khalayak. Cuma, Tukul memiliki jati diri dan penuh disiplin. Ia sangat menyadari dirinya, kelemahannya dijadikannya kekuatan dengan sangat disiplin. Sehingga mampu mensukseskan acara yang dipandunya. Bahkan, dengan keahlian, kedisiplinan dan kepiawainnya ‘menyodot’ pemirsa membuat pihak Trans 7 menambah hari tayangnya menjadi lima kali dalam seminggu.
Dapat dikatakan, kesuksesan Tukul dalam membawa acara Empat Mata di Stasiun Trans 7 nyaris sama dengan apa yang dilakukan tokoh-tokoh terkenal yang sering kita dengar dan baca, Soichiro Honda misalnya. Soichoro Honda adalah pendiri “Honda Corporation” dan pembuat mobil dan motor Honda. Dalam catatan sejarah orang-orang sukses, pada tahun 1983, Soichiro Honda hanyalah murid miskin yang ingin mendisain “ring piston” untuk dijual dan diproduksi oleh “Toyota Corporation”. Setelah dua tahun berusaha dan bekerja keras, akhirnya ia dapat membuat ring piston yang sesuai dengan kriteria Toyota. Ketika pihak Toyota ‘berniat’ membeli ring piston, Soichiro pun memikirkan bagaimana caranya membuat pabrik Piston. Setelah mampu mendirikan pabrik ternyata kesuksesan belum di tangan. Perang dunia kedua terus berkecamuk. Bahkan Amerika membom Jepang dan mengenai pabriknya. Setelah pabriknya hancur, Soichiro tak menyerah begitu saja. Spontan dia melihat usaha apa yang laik dilakukan saat Jepang hancur berantakan dihantam Amerika. Ternyata, Setelah perang usai, Jepang kekurangan bahan bakar. Soichiro pun tak dapat mengendalikan Mobil.
Akhirnya, Soichiro pun memiliki ide untuk memasang motor kecil di sepeda. Kemudian banyak tetangganya yang tertarik dengan ide tersebut hingga meminta sepeda mereka diubah menjadi motor. Sejak itu, ia tertarik mendirikan pabrik motor namun tidak memiliki modal. Soichiro pun menyurati 18.000 pemilik toko sepeda. Ia menyodorkan penemuan baru dan berhasil menarik simpati 5000 pemilik toko yang bersedia memberikan modal. Sepeda motor masih belum laris terjual sebab terlalu besar. Oleh karena itu, ia merampingkan dan mengubahnya menjadi “The Super Cup”. Alhasil ia pun sukses dan mendapatkan penghargaan “Emperor’s Award dari pemerintah. (Robbin: 2007)
Tukul “Belajar” Dari Soichiro
Tahukah anda bagaimana kisah hidup Tukul sebelum jadi presenter Empat Mata? Ternyata, Tukul juga manusia. Ia pernah mengalami kegagalan sebelum meraih kesuksesan. Dia hanya “wong ndeso” asal Pabelan, Semarang. Lantas apa yang membuatnya berhasil? Hanya tiga ‘rumus’ yang membuatnya bisa berhasil dan itu juga dimiliki oleh Soichiro Honda. Pertama, meyakini tidak ada namanya kegagalan dalam hidup. Harian Indopos tanggal 15 Februari 2007 memuat kisah hidup Tukul hingga mampu menjadi presenter Talkshow nomor wahid di Indonesia. Dalam harian tersebut ditulis, bahwa Tukul hanyalah rakyat biasa, miskin dan pernah bekerja menjadi tukang gali sumur pompa, MC acara kampung dan supir pribadi. Tapi, profesi ini hanya dijadikan batu loncatan, dan untuk memenuhi nafkah keluarga. Ketika gaji yang diterima tidak cukup untuk membiayai kontrakan dan biaya hidup keluarga, ia mencari kerja sampingan menjadi penyiar radio di Suara Kejayaan. Kekurangan biaya dalam memenuhi kebutuhan keluarga bukanlah kegagalan dalam ‘kamus’ Tukul, tapi dijadikan awal untuk memulai dan membuat suatu keputusan untuk tidak pernah merasa kalah dan tertekan. Dengan berbekal pengalaman sebagai juara I pelawak kampung, akhirnya tukul terpilih menjadi bintang dalam klip Joshua Air dengan Ikon diobok-obok.
Jika dilihat, keoptimisan Tukul untuk bisa sukses nyaris sama dengan apa yang pernah dirasakan Soichiro Honda. Sama-sama berasal dari keluarga miskin, sama-sama berasal dari desa, sama-sama merasakan susahnya hidup dan sama-sama memiliki komitmen mengubah diri untuk bisa menjadi manusia sukses. Kegagalan yang pernah terjadi hanya menjadi sekedar kekecewaan saja, tapi tidak menjadi bahan untuk menyatakan mundur dalam meraih kesuksesan. Jika mencoba sesuatu dan gagal, maka sesungguhnya itu sedang mempelajari sesuatu yang dapat mengubah hidup semakin lebih efektif, karena telah mendapatkan pelajaran sebelumnya. Kedua, memiliki komitmen untuk mengubah hidup. Setelah sukses menjadi bintang klip Joshua, Tukul terus berusaha untuk meraih keputusan yang telah dibuatnya, menjadi manusia sukses. Srimulat sebagai tangga selanjutnya untuk menghantarkannya menjadi pelawak dalam layar kaca. Ketika kontrak dengan Srimulat berakhir, Tukul pun berubah menjadi Host acara musik “Aduhai” dan acara “Dangdut Ria” di Indosiar. Akhirnya, dengan memiliki kemampuan melawak dan memiliki ciri khas lebih dengan mulut lebar, bibir tebal maju ke depan, serta kuping njepiping ke samping, diolahnya "kelemahan" itu, menjadi kekuatan dan ikon diri. Tepuk tangan mengasosiasikan lebar mulut, gerakan tangan menarik ke depan menyitrakan bibir berlebih, dan gerakan tangan ke samping kanan-kiri telinga. Itulah pekerjaan barunya menjadi presenter dalam acara “Empat Mata” di Trans TV dengan memperlihatkan ikon diri yang selalu menjadi objek pelecehan.
Jika dibandingkan dengan Soichiro, kemiripan Tukul dengannya dalam mengasah komitmen juga sama. Yaitu, selalu mengasah ide-ide yang dimiliki. Kemampuan yang ada terus ditingkatkan tanpa pernah mengeluhkan kekurangan yang ada. Konsentrasi dengan kelebihan yang dimiliki menjadi tangga utama untuk meraih kesuksesan. Ketiga, Meyakini apa yang dilihat, itulah yang akan diperoleh. Sebagai penonton acara “Empat Mata”, seharusnya kita ikut berfikir, kenapa Tukul bisa sukses membuat para penonton di studio tertawa ‘terbahak-bahak’ secara bersamaan? Ternyata, setiap kali memandu acara “Empat Mata”, Tukul memainkan tehnik ala politikus, yaitu ‘menggaet’ para artis-artis ternama untuk masuk partainya. Demikian halnya dengan Tukul. Ia selalu mengajak teman-teman, yang disebutnya sebagai tim sukses, untuk menonton. Sekali syuting, tak kurang dari 20 orang menemaninya. Tugas mereka memancing orang tertawa. Karena ada penonton yang ketawa, pasti penonton yang lain ikut terbawa.
Keyakinan Soichiro menawarkan idenya, mengubah sepeda menjadi sepeda motor, kepada para pemilik sepeda, juga dimiliki Tukul. Dengan kayakinan jika ada yang melihat orang-orang pada tertawa maka yang lain juga akan ikut tertawa. Inilah yang membuat pihak Trans 7 memperpanjang kontraknya dan bahkan menambah jam tayangnya menjadi lima kali dalam (senin-jumat) seminggu.
Jadi, untuk meraih kesuksesan yang dibutuhkan hanyalah pengembangan ide dan kayakinan akan kesuksesan yang akan diraih. Mantapkanlah kemampuan yang dimiliki tanpa pernah merasa minder dengan kekurangan. Selama ajal belum ‘terangkat’, selama itu jalan untuk meraih kesuksesan tetap ada. Tak ada manusia yang dilahirkan tak memiliki kesuksesan, tapi banyaknya manusia yang tak mau mengenal kemampuannya dan tak berusaha untuk memantapkannya hingga membuat dirinya menjadi susah dan menyesali hidup. Selamat mengenali kemampuan dan teruslah mengasahnya!
*Penulis adalah mahasiswa universitas al-Azhar Kairo, Mesir, Fakultas Syariah Islamiyah, Tingkat IV dan wartawan media Tërobosan Kairo, Mesir
No comments:
Post a Comment